About Me

header ads

Prof. Dr. Untung Sudarsono

Untung Sudarsono
" Bagaimana geologi air tanah (hidrogeologi), geologi teknik, dan geologi lingkungan dapat beririsan dan bertaut pada diri seseorang? Peririsan dan pertautan tersebut antara lain dapat kita selusuri dari riwayat hidup figur mantan Direktur Direktorat Geologi Tata Lingkungan (Pusat Sumber Daya Air Tanah dan Geologi Lingkungan, sekarang), Untung Sudarsono "

Tentu saja peririsan dan pertautan tersebut memiliki proses yang terbilang panjang, antara satu masa ke masa lainnya. Ada sekian masa terbentang sehingga Untung bisa menapaki ketiga bidang ilmu kebumian itu secara sinambung. Untuk itu, beberapa waktu lalu, Geomagz menyambangi rumah kediaman Untung Sudarsono di bilangan Jalan Sarikaso VI No. 4, Bandung.

Dalam tempo beberapa jam, ia mendedahkan berbagai pengalaman dan pemikirannya sedari kecil hingga saat ini, seraya mempertautkan dirinya dengan perkembangan ilmu kebumian yang berkali-kali ia katakan sebagai sebuah kebetulan. Atau dengan nada rendah hati, keberuntungan.

Jepang 1975

Antrian yang Paling Pendek

Untung Sudarsono lahir di Magelang, Jawa Tengah, pada 5 Juni 1947. Ayahnya bernama Soeprodjo dan ibunya Soedarni. Namun, sejak kelas 2 Sekolah Dasar, ia telah menjadi yatim piatu, sehingga kemudian ia mengikuti kakak ibunya, yaitu pasangan Dyatmiko Anyokrokusumo dan Yuniana di Yogyakarta. Untung, bahkan, diangkat menjadi anak keenam dari tujuh bersaudara keluarga Dyatmiko.

Setamat Sekolah Menengah Atas (SMA) pada 1965, sama sekali tidak ada bayangan di benaknya untuk memasuki bidang kajian ilmu kebumian, khususnya geologi. Pada saat menyambangi Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta, ia hanya berpikir praktis. “Hanya melihat antrian yang paling pendek saja,” ujarnya sembari terkekeh.

Bersama-sama dengan Soetrisno Soekiban, jadilah Untung memasuki Jurusan Teknik Geologi Universitas Gajah Mada Yogyakarta. Padahal, menurutnya, saat itu Jurusan Teknik Geologi termasuk jurusan yang tidak laku. Bahkan kenangannya mengenai jurusan geologi itu agak “pahit”.

“Geologi di UGM saat saya kuliah sepertinya mati tak mau hidup pun segan,” katanya. Betapa tidak, dosennya cuman ada seorang, yaitu R. Soeroso Notohadiprawiro. Selebihnya adalah dosen-dosen yang didatangkan dari Institut Teknologi Bandung (ITB), antara lain Soekendar Asikin, Rubini, Harsono, dan Pringg


Bersama Istri 1978
Pada tahun 1969, saat di tingkat empat perkuliahannya, Untung bersama-sama dengan Soetrisno, kawan seangkatannya, ditawari untuk membantu pekerjaaan geologi yang sedang dilakukan di Yogyakarta. Oleh Darmawan Said, Untung dan Soetrisno diajak untuk bekerja membantu proyek air tanah di Yogyakarta, sebagai harian lepas.

Oleh karena itu, setelah tawaran dari Direktorat Geologi ia terima, bangku perkuliahan pun ia tinggalkan. Ia mengambil cuti panjang. Sejak 1970, Untung mulai bekerja sebagai harian lepas dan menempuh kajian baru yaitu geologi air tanah. Pada 1972, Untung diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) dengan jabatan sebagai Asisten hidrogeologi di Direktorat Geologi, Bandung.

Pekerjaan yang menyita waktu, tidak lantas membuat Untung mengurungkan niatnya untuk merampungkan studinya di Jurusan Teknik Geologi UGM. Pada 1974, ia mendapat Tugas Belajar (TB) dari tempatnya bekerja, sehingga Untung bisa melanjutkan studinya yang sempat tertunda. Padahal tinggal menyusun tugas akhir saja. Namun, menurutnya, karena tidak ada uang, ia tidak menyelesaikan tugas akhir itu dan alih-alih bekerja pada Direktorat Geologi.

Untuk tugas akhirnya berupa pemetaan geologi dan skripsi. Pemetaan geologinya dilaksanakan di daerah

utara Kertosono, Jombang, Jawa Timur, yang termasuk Pegunungan Kendeng atau Lembar Sendang Gogor. Sementara skripsinya berkaitan dengan paleontologi. Perbedaan bidang antara pemetaan dengan skripsinya dilatari oleh ketersediaan dosen pembimbingnya. Saat itu, katanya hanya ada Ir. Wartono Rahardjo, seorang paleontolog, yang bersedia menjadi pembimbingnya. Jadilah, Untung membuat skripsi tentang penentuan umur Formasi Kepek di daerah Wonosaro, Yogyakarta, dengan menggunakan foraminifera.

Momentum Belajar

Pada tahun 1975, tugas belajarnya selesai. Mulai tahun itu, Untung diangkat menjadi ahli hidrogeologi di Direktorat Geologi. Pada tahun itu pula ia menyunting Dra. Endah Pudjiastuti, dosen Fakultas Psikologi Universitas Islam Bandung (UNISBA), sebagai pasangan hidupnya. Pasangan Untung-Endah dikaruniai empat orang anak.

Baliem 1978

Pada 1976, terbuka kesempatannya untuk memperdalam ihwal geologi air tanah. Dari kantornya di Bandung, ia dikirim untuk mengikuti Groundwater Resources Development Training Course, yang diselenggarakan JICA-Geological Survey of Japan selama enam bulan. Dari kursus tersebut, Untung belajar mengenai amblesan (subsidence) yang sedang ngetrend di Negeri Sakura, karena adanya peristiwa amblesan Tokyo.

Selain itu, dari kursus tersebut ia belajar mengenai pemetaan geologi air tanah, yang selama itu di kantornya belum memiliki standar pembuatan petanya. Oleh karena itu, sebagai oleh-oleh dari perjalanan luar negerinya itu, ia membawa peta hidrogeologi dari Jepang.

Di kantornya, karena ada reorganisasi, pada 1979, Untung diangkat sebagai Kepala Seksi Geologi Teknik Khusus di Direktorat Geologi Tata Lingkungan. Karena sifatnya khusus, maka bidang-bidang geologi selain air tanah dan geologi teknik, menjadi urusannya. Untuk itu, Untung merasa beruntung karena bisa mempelajari kemantapan lereng, kegempaan, longsor, dan amblesan.

Selain itu, untuk memperdalam kajiannya di bidang geologi yang kian bertambah itu, Untung terpanggil untuk melanjutkan studinya. Mula-mula pada 1980, ia mengikuti ujian masuk ke University of New South Wales, Australia. Beruntung, Untung diterima di Faculty of Applied Science universitas di Negeri Kangguru itu pada 1981.


Belajar di Australia, dimaknainya sebagai momentum untuk terus menambah perbendaharaan ilmu pengetahuan kebumian. Antara lain, ia mempelajari geologi lingkungan laut yang diambilnya sebagai mata kuliah pilihan.

Baliem 1978
Untuk tesis Master of Applied Science (MAppSc), di bidang Geologi Teknik-Hidrogeologi-Geologi Lingkungan yang diselesaikannya pada 1985 itu, Untung mengambil kajian mengenai hubungan antara permeabilitas dengan ukuran tanah. Judul tesisnya pada School of Applied Geology, University of New South Wales, itu adalah Relationships between Permeability and Textural Parameters of Unconsilidated Sand.

Sepulang dari Australia, antara 1985 – 1990, Untung menjabat sebagai Kepala Seksi Geologi Teknik Pertambangan di Direktorat Geologi Tata Lingkungan. Selama masa itu, Untung banyak juga belajar hal-hal baru mengenai geologi. Pembelajaran tersebut, antara lain, tercermin dari keikutsertaannya dalam Engineering Rock Mechanics Training Course (ITC-Direktorat Geologi Tata Lingkungan, Bandung, 1987), Groundwater Resources Development Advance Training Course (JICA-Geological Survey of Japan, 1988), dan Kursus Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Kantor Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup – US EPA, 1988).

Selain itu, dalam kapasitasnya sebagai Kepala Seksi Geologi Teknik Pertambangan, Untung dipercaya sebagai Kepala Tim/Ahli Hidrogeologi dalam Studi AMDAL PLTA Mrica (1985), Counterpart di Proyek Pengembangan Batubara Ombilin (1986-1988), Kepala Tim/Ahli Geologi Lingkungan dalam Proyek penyelidikan dan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun untuk Daerah Bandung dan Lhokseumawe,dan Surabaya (1989), dan ahli geologi lingkungan dalam Studi Penimbunan Limbah Domestik, Bandung Urban Development Project (1989).

Antara tahun 1990 – 1994, Untung diangkat menjadi Pemimpin Proyek Penyelidikan Geologi Teknik dan Gerakan Tanah, Direktorat Geologi Tata Lingkungan. Dalam kesempatan tersebut ia pun menambah ilmu antara lain dengan mengikuti Kursus Dasar dan Penilai Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, (AMDAL A dan C, 1992), Kursus Penyusun Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL B, 1992) dan The Indonesia Disaster Management Training Programme (BAKORNAS-PB and UNDP, 1993).

Sebagai Pemimpin Proyek Penyelidikan Geologi Teknik dan Gerakan Tanah ia dipercaya, antara lain, menjadi Kepala Tim/Ahli Hidrogeologi Pengembangan Air tanah di Daerah Blitar dan Kediri (1990 – 1991), Anggota Tim Teknis AMDAL Departemen Pertambangan dan Energi (1990-1997), dan Counterpart dalam Environmental Geology for Landuse Planning – Bandung Basin (Kerja sama antara Direktorat Geologi Tata Lingkungan dan BGR, 1990 – 1995).

Dari Direktur ke Jalur Penelitian

Setelah sempat dipercaya menjadi Kepala Bagian Tata Usaha di Direktorat Geologi Tata Lingkungan (1994 – 1995), antara tahun 1995 – 1998, Untung Sudarsono diangkat sebagai Direktur Direktorat Geologi Tata Lingkungan.

Sebagai direktur ia terlibat menjadi Penasehat Ahli di Proyek Penyelidikan dan Pengembangan Air tanah, Proyek Penyelidikan Geologi Tata Lingkungan dan Gerakantanah (1994 – 1998), Kepala Tim/Ahli hidrogeologi dan geologi lingkungan Jakarta Bay Coastplan Project, kerjasama CCOP – Direktorat Jenderal Geologi dan Sumberdaya Mineral (1995 – 1998), dan Anggota Tim Pakar di Dinas Pertambangan DKI Jakarta (1996 – 1998).
Australia 1983
Setelah tidak menjabat sebagai Direktur Direktorat Geologi Tata Lingkungan, Untung masuk ke jalur penelitian dengan menjadi peneliti. Antara tahun 1998 – 2005, ia menjadi peneliti di Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi dan tahun 2005 hingga masa purnabaktinya tiga tahun yang lalu, Untung menjadi
peneliti di Pusat Lingkungan Geologi.

Tentu saja, sebagai peneliti banyak hal yang ia ikuti dan geluti. Antara lain ia menjadi Kepala Tim Studi geologi dan sumber daya alam wilayah Perum PERHUTANI Unit I Jawa Tengah (2000), Tenaga ahli pada tim Penelitian Imbuhan dan Penyimpanan Air Tanah, Pusat Penelitian Geoteknologi, LIPI (2001 – 2006), Kepala tim penelitian Geologi Kuarter dan Pengembangan Wilayah Daerah Luwu, Sulawesi Tengah (2004), dan Dewan Pakar di Pusat Lingkungan Geologi (sejak 2006).

Namun, hal yang pertama dan terutama adalah keterlibatannya dalam dunia tulis-menulis ilmiah sebagai pertanggungjawabannya sebagai ilmuwan geologi. Sejak 1979, Untung sudah menghasilkan berpuluh-puluh tulisan ilmiah baik yang berupa laporan intern maupun yang ditujukan sebagai bahan presentasi dan publikasi ilmiah. Ia juga menjadi anggota redaksi Majalah Geologi Indonesia (1999) dan anggota redaksi Buletin Geologi TataLingkungan (1998 – 2000).

Tulisan-tulisannya antara lain berjudul “Geologi dan Sampah” (1987), “Peran Geologi dalam Pengembangan Wilayah” (1998), “Kontribusi Geologi dalam Pengendalian Pencemaran Lingkungan” (2001), “Use Evapotranspiration for Controlling Landslides” (2006), dan “Karakteristik Geologi Teknik Tanah Residu Batuan Sedimen Kuarter Bawah Daerah Kertajati, Majalengka, Jawa Barat” (2011, bersama dengan Ginda Hasibuan).

Selain itu, ia terlibat dalam sejumlah organisasi profesi, yaitu sebagai Ketua Bidang Enjinering dan Lingkungan IAGI (1998 – 2000), anggota Himpunan Ahli Teknik Tanah Indonesia, anggota International Landslides Studies, President of Indonesian National Group of Internalational Association for Engineering Geologists (IAEG), dan anggota International Association for Hydrogeologists (IAH).

Dunia pendidikan pun dirambahnya pula. Antara lain, Untung pernah menjadi Dosen luar biasa Universitas Islam Bandung (1985 – 1987), Dosen Pembimbing Program S2 Bidang Hidrogeologi ITB (1998 – 2000), Dosen Luar Biasa di Program Pascasarjana UNPAD (sejak tahun 2000), serta menjadi Instruktur pada Pendidikan dan Pelatihan Departemen Pertambangan dan Energi.

Sekilas Pandangan Dalam buku Apa & Siapa Orang Jawa Barat edisi 1996 – 1997, antara lain, dimuat profil Untung Sudarsono. Di dalamnya dimuat pengalaman dan pandangan pria penyuka olahraga jogging ini. Pandangannya itu menggarisbawahi pentingnya peran geologi dalam masalah air tanah, pembangunan teknik, tanah longsor dan lingkungan.

Pandangannya seputar air tanah menarik untuk disimak. Katanya, fungsi air dewasa ini sudah bergeser bukan saja mempunyai fungsi sosial tetapi sudah bergeser menjadi komoditi ekonomi dan kebutuhan akan air dari masa ke masa selalu meningkat. Baik untuk keperluan rumah tangga maupun industri dan sebagian besar menggantungkan pada suplai air dari dalam tanah, akibatnya di kota-kota besar seperti Bandung, Jakarta, Semarang persoalan air tanah ini merupakan masalah yang serius, karena penurunan muka airnya menurun dangan cepat. Misalnya di Jakarta dan semarang air laut menyusup ke darat dan permukaan tanah menunjukkan penurunan diakibatkan oleh pengambilan air tanah yang berlebihan.”

Mengenai air tanah ini, Untung menyarankan untuk eksplorasi, evaluasi, eksploitasi, konservasi dan pengelolaannya diperlukan teknologi tertentu untuk mengembangkan air tanah serta pengelolaan daerah resapan agar terjaga kelestariannya.

Bersama keluarga. Foto: Dok. pribadi

Demikian pula dengan pembangunan struktur. Dalam pandangan Untung, untuk pembangunan tersebut diperlukan data dan informasi kondisi keteknikan tanah dan batuan. Informasi tersebut, antara lain, dibutuhkan untuk menangani bencana alam. Karena katanya, “Setelah masa rehabilitasi dan rekonstruksi selesai orang akan melupakan bahwa daerahnya pernah dilanda bencana, sedangkan siklus bencana tidaklah berhenti. Pada masa itu perlu dilakukan upaya mitigasi dan peningkatan kewaspadaan masyarakat yang tinggal di daerah rawan bencana.”

Di situlah, katanya, kegiatan penyeledikan, penelitaian kondisi tanah dan batuan diperlukan untuk menentukan daerah-daerah yang rawan bencana, sehingga masyarakat sadar bahwa tempat tinggalnya terancam bencana alam.

Demikian pula mengenai masalah lingkungan. Untung menekankan ihwal peran ahli geologi dalam menangani masalah lingkungan, karena katanya, “yang paling tahu tentang kondisi bumi kita ini adalah ahli-ahli geologi.” Dalam hal itu, ia mencontohkan mengenai penanganan masalah limbah. Menurutnya, “Untuk itu dilakukan penyelidikan, penelitian, studi tentang geologi lingkungan. Karena tanpa ini maka suatu saat kita akan kekurangan sumber daya mineral, batu, tanah maupun air.”

Penulis: Atep Kurnia
Fotografer: Deni Sugandi

Sumber : Sumber : GeoMagz

Post a Comment

0 Comments

close