About Me

header ads

Sulawesi: Pulau Terbalik ? Mari Kenali



Dalam skala pulau, Sulawesi adalah contoh terbaik di Indonesia, bahkan mungkin di seluruh dunia, bagaimana fenomena collision dan post-collision tectonic escape terjadi.

Sulawesi adalah salah satu pulau dengan bentuk paling ganjil di dunia, orang sering menyebutnya dengan pulau berbentuk huruf “K”. Pulau ini umum juga disebut sebagai disusun oleh empat lengan (arm): lengan selatan, lengan utara, lengan timur, dan lengan tenggara. Di Lengan Selatan ada kota besarnya, Makassar. Di Lengan Utara ada Manado, di Lengan Timur ada Luwuk, dan di Lengan Tenggara ada Kendari. Yang menambah keganjilannya lagi adalah bahwa di sebelah timur Sulawesi ada dua kepulauan yang seperti menabrak Sulawesi dari sebelah timur, yaitu Kepulauan Banggai-Sula yang menabrak Lengan Timur Sulawesi, dan Kepulauan Buton-Tukang Besi yang menabrak Lengan Tenggara Sulawesi.

Keganjilan bentuk pulau Sulawesi ini telah menarik perhatian para ahli biogeografi seperti Alfred Russel Wallace, juga kemudian banyak ahli geologi. Penyelidikan fauna yang dilakukan Wallace di Sulawesi pada 1857 menemukan bahwa fauna-fauna di Sulawesi sangat bervariasi, ada yang sebagian mirip dengan fauna-fauna Asia/Oriental, ada yang sebagian mirip dengan fauna-fauna Australia, dan ada fauna-fauna yang seolah bentuknya transisi dan menjadi khas (endemic) untuk Sulawesi saja tak ditemukan di tempat lain. Walace pun pada saat itu sudah punya kecurigaan bahwa variasi fauna di Sulawesi ini akibat geologi Sulawesi, seperti ditulisnya di sebuah jurnal:

“Facts such as these can only be explained by a bold acceptance of vast changes in the surface of the earth. The great Pacific continent, of which Australia and New Guinea are no doubt fragments, probably existed at a much earlier period, and extended as far westward as the Moluccas. The extension of Asia as far to the south and east as the Straits of Macassar and Lombock must have occurred subsequent to the submergence of both these great southern continents.” (On the Zoological Geography of the Malay Archipelago - Alfred Russel Wallace, 1859)



Kecurigaan Wallace itu kemudian terbukti secara geologi ketika Sulawesi dianalisis menggunakan teori tektonik lempeng (analisis tektonik lempeng Sulawesi dipelori oleh Sukamto, 1975) bahwa Sulawesi merupakan pulau yang dibangun oleh benturan antara massa dari Sundaland (Indonesia Barat) dan massa dari Australia dan massa samudera yang semula terletak di antara Sundaland dan Australia sebelum keduanya berbenturan. Secara sederhana, bisa disebut bahwa Sulawesi Barat (termasuk Sulawesi Selatan) adalah bagian Sundaland yang berpindah ke timur menempati posisinya sekarang sejak sekitar 50 juta tahun lalu dengan terbukanya Selat Makassar, Sulawesi Utara merupakan busur kepulauan yang terjadi di tempat sejak 50 juta tahun lalu juga, Sulawesi Tengah-Sulawesi Timur-Sulawesi Tenggara merupakan wilayah benturan yang disusun oleh batuan samudera dan batuan metamorf hasil subduksi dan benturan yang sangat rumit yang terjadi antara 30-5 juta tahun yang lalu. Dan Kepulauan Banggai-Sula serta Buton-Tukang Besi benar-benar merupakan mikrokontinen (benua kecil) asal Australia yang menubruk Sulawesi Timur diperkirakan antara 15-5 juta tahun yang lalu.

Geologi Sulawesi menurut kemajuan penelitian-penelitian sekarang bahkan jauh lebih kompleks lagi bila dibandingkan dengan hasil-hasil penelitian pada 5-15 tahun yang lalu. Sekarang di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat diyakini ada mikrokontinen pra-Tersier yang menyusup, Teluk Bone yang sangat dalam dan terbuka dengan cara Selat Makassar terbuka, juga ada Teluk Tomini/Cekungan Gorontalo yang penuh enigma, teka-teki, dan kemungkinan juga menyimpan mikrokontinen seperti di Sulawesi Barat asal Australia. Beberapa makalah di jurnal-jurnal maupun di pertemuan-pertemuan ilmiah pernah dipublikasikan untuk menginformasikannya. Saya sendiri pernah menuliskannya beberapa kali, misalnya: Satyana et al. (2011: Tectonic Evolution of Sulawesi Area: Implications for Proven and Prospective Petroleum Plays – pertemuan ilmiah IAGI & HAGI, Makassar, September 2011) dan Satyana (2014: New Consideration on the Cretaceous Subduction Zones of Ciletuh-Luk Ulo-Bayat-Meratus: Implications for Southeast Sundaland Petroleum Geology, annual convention Indonesian Petroleum Association May 2014).


 
Bahwa Pulau Sulawesi masa kini adalah pulau yang telah terbalik pernah diduga oleh beberapa peneliti meskipun saya tak menemukan publikasinya. Masalah ini lalu saya teliti secara pribadi dan publikasikan di simposium internasional yang disebut Jakarta 2006 Geoscience Conferences and Exhibition (diselenggarakan oleh organisasi-organisasi profesi kebumian di Indonesia dan beberapa organisasi profesi internasional) dengan menampilkan makalah berjudul “Docking and Post-Docking Tectonic Escapes of Eastern Sulawesi : Collisional Convergence and Their Implications to Petroleum Habitat” (Satyana, 2006).
Inti makalah ini adalah bahwa Pulau Sulawesi yang sekarang seperti dua busur pulau sejajar barat dan timur serta arahnya cekung ke timur itu, sebenarnya kedua busur itu dulu cembung ke arah timur, atau cekung ke arah barat. Maka bila ia kini cekung ke arah timur berarti pulau ini sudah terbalik, yaitu arah, atau polaritas busur-busurnya sudah terbalik. Bagaimana bisa? Saya menerangkannya sesuai dengan judul makalah: oleh mekanisme docking dan post-docking tectonic escape.

DOCKING & POST-DOCKING TECTONIC ESCAPE, docking artinya menempel dan membentur, post-docking artinya setelah benturan, tectonic escape artinya “pelarian tektonik” yaitu gejala tektonik berupa berpindahnya massa kerak Bumi menjauhi pusat docking atau benturan melalui sesar-sesar/patahan mendatar yang besar atau melalui retakan kerak Bumi yang bersifat ekstensional, membuka. Maka “docking and post-docking tectonic escape” artinya gejala benturan dan gejala bergerak/ berpindahnya/ tersesarkannya massa kerak Bumi sesudah benturan terjadi.

Tectonic escape suka disebut juga Extrusion Tectonics (artinya mirip yaitu gerak ke luar, menjauh, ekstrusi, suatu segmen kerak Bumi menjauhi pusat benturan) dipelopori oleh beberapa ahli tektonik dari Prancis, Amerika, dan Turki: Tapponier, Molnar, Burke, Sengor. Mereka melihat gejala-gejala geologi regional di banyak tempat di seluruh dunia dan menemukan bahwa di sekitar area benturan biasanya ada segmen-segmen kerak Bumi yang bergerak menjauhinya sebagai bagian kompensasi tektonik, atau aksi-reaksi. Aksi adalah benturan/collision/docking, reaksi adalah post-collision tectonic escape/extrusion tectonics.



Saya membawa model-model geometri dan eksperimen-eksperimen para pelopor tectonic escape itu ke Sulawesi dan menemukan bahwa pembalikan busur-busur Sulawesi itu adalah gejala “post-collision tectonic escape”. Saya menggambarkan itu dalam kartun-kartun yang bisa dilihat di lampiran tulisan ini.
Beginilah kira-kira pembalikan itu terjadi.

1. 70-50 juta tahun yl (Ma) Pada awalnya, hanya ada Sulawesi Barat yang masih menjadi bagian Sundaland, dan tambahan massa kerak Bumi di sebelah timurnya. Sulawesi Barat kala itu adalah sebuah busur kepulauan/busur magmatic-volkanik hasil subduksi kerak samudera terhadapnya, busur kepulauan ini disertai juga jalur mélange dan ofiolit sebagai jalur subduksi. Pasangan jalur busur kepulauan/magmatic-volkanik dan jalur subduksi adalah hal biasa dalam tektonik lempeng, dan kita memiliki pasangan yang sama di Sumatra, Jawa, Kalimantan juga diseluruh dunia. Hanya, arah jalur-jalur ini, polaritasnya, curvature-nya selalu cembung ke arah samudera. Coba perhatikan semua jalur subduksi dan jalur magmatik modern Indonesia atau Ring of Fire selalu cembung ke arah Samudera Hindia atau Samudera Pasifik. Mengapa begitu, ini berhubungan dengan geometri benda bola/globe (teorema Euler).

2. 50-15 Ma, kondisi seperti di atas secara garis besar lama bertahan, tetapi dari waktu ke waktu terjadi perubahan signifikan yang pada intinya mengubah arah/polaritas kedua busur magmatik dan subduksi Sulawesi dari cembung ke arah samudera menjadi agak lurus, hal ini disebabkan perubahan-perubahan tektonik di sekitarnya seperti pembukaan Selat Makassar, pembukaan Teluk Bone, pembukaan Teluk Tomini/Cekungan Gorontalo, subduksi Laut Sulawesi. Subduksi yang miring ke arah benua pun (kira-kira ke arah barat saat itu) terjadi berkali-kali dan menghasilkan beberapa periode magmatik dan volkanik di Sulawesi bagian barat.

3. 15-5 Ma, periode signifikan bagi Sulawesi, pada kala ini terjadilah benturan, collision, docking dua mikrokontinen Australia ke arah Sulawesi dari sebelah tenggara (mikrokontinen Buton-Tukangbesi) dan dari sebelah timur (mikrokontinen Banggai-Sula). Pada periode ini diperkirakan terjadi pembalikan utama arah/polaritas busur-busur Sulawesi baik untuk busur magmatik maupun jalur subduksinya dari semula cembung ke arah samudera menjadi cekung ke arah samudera (ke arah timur pada kala ini). Pembalikan polaritas busur-busur Sulawesi ini secara frontal adalah akibat benturan mikrokontinen d Banggai-Sula yang membenturnya di titik pusat Sulawesi, di bagian tengah, di pivot point-nya, atau seolah di “pusar”-nya. Analoginya kalau Sulawesi itu ibarat orang yang membusungkan dada dan perutnya ke depan (cembung ke samudera), lalu tiba-tiba ia “ditonjok” di pusarnya, maka tentu ia akan membungkuk menahan sakit (mencekung ke samudera). Bentuk “K” Sulawesi diperkirakan terjadi di kala ini. Ia membalik dari cembung ke timur menjadi cekung ke timur. Pembalikan busur-busur Sulawesi itu terjadi melalui perpindahan massa kerak Bumi bernama “rotasi”, Lengan Tenggara berotasi melawan arah jarum jam sehingga membuka melebarkan Teluk Bone di sebelah baratnya, Lengan Utara berotasi searah jarum jam sehingga menutup Cekungan Gorontalo.

4. 5-0 Ma (sekarang), adalah periode finalisasi pembalikan busur-busur Sulawesi dan periode tectonic escape di Sulawesi. Sebagaimana diteorikan, mengikuti benturan/collision maka akan ada post-collision tectonic escape, maka setelah benturan Buton-Tukangbesi dan benturan Banggai-Sula, terjadilah tectonic escape berupa sesar-sesar mendatar besar yang meretakkan dan menggeser-geser Sulawesi. Sesar-sesar ini mengarah ke timur umumnya, yaitu ke arah free oceanic edge saat itu sebagaimana teori tectonic escape. Sesar-sesar mendatar besar Palu-Koro, Matano, Lawanopo, Kolaka, dan Balantak terjadi melalui mekanisme post-collision tectonic escape. Tectonic escape juga dimanifestasikan dalam bentuk retakan-retakan membuka, ekstensional, di dalam area benturan Banggai-Sula atau Buton-Tukangbesi.
 
Demikianlah, sampai akhirnya kita kini mendapatkan busur-busur atau lengan-lengan pembentuk Sulawesi cekung ke arah timur membentuk huruf “K”, padahal, menurut hemat saya, sebelumnya, paling tidak sampai 15 Ma, busur-busur Sulawesi cembung ke arah timur. Dalam skala pulau, Sulawesi adalah contoh terbaik di Indonesia, bahkan mungkin di seluruh dunia, bagaimana fenomena collision dan post-collision tectonic escape terjadi.

Sumber : awangsatyanablog

Post a Comment

0 Comments

close