Pagi-pagi 8 Januari 1858, Sir Alfred Russel Wallace tiba di Pulau Ternate. Melalui bantuan Mr. Duivenboden – penduduk Ternate keturunan Belanda yang kaya, berpendidikan, dan dijuluki raja Ternate – Wallace bisa menyewa tempat tinggal, sebuah rumah yang cocok dengan kebutuhannya. Rumah itu dekat ke kota dan memiliki akses jalan yang memudahkannya pergi ke penjuru negeri ataupun ke gunung. Di rumah itu Wallace merasa nyaman untuk memulihkan kesehatannya; sebagai tempat untuk kembali setelah pelayarannya ke berbagai pulau; membuat persiapan untuk perjalanan masa depan; dan tempat mengemas koleksi temuannya. Dalam buku the Malay Archipelago, Wallace mendeskripsi rumah yang disewanya selama 3 tahun (I retained this house for three years) seperti pada umumnya model rumah di Pulau Ternate. Rumah satu lantai itu berdinding batu setinggi tiga kaki. Dinding bagian atas – kecuali bagian beranda – terbuat dari susunan rapat pelepah daun sagu yang sekaligus sebagai penopang atap rumah dan terpasang rapih pada kayu pengikiat. Lantainya dari plesteran (stucco) dan langit-langitnya serupa dengan dinding pelepah daun sagu.
Rumah itu terdiri dari 4 kamar, ruang tengah dan 2 beranda, yang dikelilingi oleh pohon buah-buahan. Ada sumur yang dalam dengan air yang jernih lagi sejuk. Cukup lima menit berjalan kaki ke pasar dan pantai. Di bawah dekat rumah Wallace ada benteng yang dibangun oleh Portugis. Di bawah benteng merupakan ruang terbuka hingga ke pantai. Dari sana kota memanjang sekitar satu mil ke timur laut yang di tengahnya ada bangunan istana Sultan.
Ali, pembantu setia merangkap asisten Wallace selama penelitiannya di wilayah Maluku. Sumber: Natural History Museum.
Nah, dimanakah letak rumah Wallace sekarang? Berdasarkan catatan terkait sepak terjang Wallace, banyak orang berkepentingan – baik dari dalam dan luar negeri – ingin melihat kembali jejak rumah Wallace. Pada November 2008, dalam rangka persiapan acara pra-simposium peringatan 150 tahun “Surat dari Ternate” di Ternate, saya berkesempatan menelusuri keberadaan rumah Wallace berdasarkan catatannya di buku The Malay Archipelago. Dari petunjuk: di bawah, dekat rumahnya ada benteng; dan lima menit berjalan kaki ke pasar dan pantai, maka rumah Wallace sepertinya layak berada dekat Benteng Oranje di Kelurahan Santiong, Ternate Tengah. Masalahnya, Benteng Oranje dibangun oleh Belanda (1807) bukan benteng Portugis seperti yang disebut Wallace. Melalui perdebatan, rumah warga di Jalan Nuri – tidak jauh dari Benteng Oranje – akhirnya ditetapkan oleh Pemerintah Kota Ternate sebagai lokasi rumah Wallace pada 3 Desember 2008, tetapi bukan karena dekat benteng Oranje. Alasannya, di seberang jalan depan rumah itu (bukan “Just below my house is the fort, built by the Portuguese,” seperti kata Wallace) ada bekas puing-puing bangunan yang diyakini sebagai tinggalan bangunan Benteng Portugis. Pertimbangan lain, rumah itu memiliki sumur tua yang diduga sumur yang diceritakan Wallace. Dari 6 atau 8 benteng yang pernah dibangun di Ternate, kini hanya ada 4 benteng yang dipugar sebagai benda sejarah, yaitu Benteng Tolukko, Benteng Oranje, Benteng Kalamata dan Benteng Kastela.
Wallace menyebut, kota melampar sejauh kirakira satu mil ke arah timur-laut, hanya cocok bila dipandang dari sekitar Benteng Kalamata. Karena dari Benteng Kalamata bentuk pantai berarah timur-laut sampai pelabuhan Bastiong. Yang tidak cocoknya adalah, “ditengah kota ada bangunan istana Sultan,” karena istana Sultan berada lebih dekat dengan Benteng Tolukko.
Rumah Wallace di Jl. Alfred Russel Wallace (sebelumnya, Jl. Nuri) di Ternate, diresmikan pada 3 Desember 2008, sebagai sebuah penghargaan kepada Wallace. Sumber: seatrek.com
Pada saat peresmian rumah Wallace, 3 Desember 2008, nama Jalan Nuri diganti menjadi Jalan Alfred Russel Wallace. Di halaman rumah itu pun telah disiapkan lubang sebagai rencana pondasi monumen tugu Wallace yang peletakan batu pertamanya di lakukan oleh Ketua LIPI, Profesor Dr. Anggara Jenie bersama Walikota Ternate, Syamsir Andili. Namun pada tahun 2010 nama jalan itu diganti menjadi Jalan Juma Puasa; dan monumen itupun tidak kunjung dibangun hingga sekarang.
Rumah Wallace di Jl. Alfred Russel Wallace (sebelumnya, Jl. Nuri) di Ternate, diresmikan pada 3 Desember 2008, sebagai sebuah penghargaan kepada Wallace. Sumber: seatrek.com |
Banyak orang tidak meyakini letak rumah Wallace yang diresmikan itu. Walaupun demikian belum ada yang menemukan jawaban, dimana sebenarnya rumah Wallace? Satu hal yang boleh jadi belum ditelusuri, yaitu mencari keterangan dari anak-cucu keturunan Ali. Siapa dia? Ali adalah pemuda yang menjadi pembantu setia merangkap sebagai asisten Wallace. Ali lah yang mengurusi keperluan Wallace termasuk merawat koleksinya. Ali yang dilaporkan masih hidup sampai tahun 1907 oleh ahli binatang dari Harvard, Amerika Serikat yang ketika itu berkunjung ke Ternate – disebut sebagai yang merawat dan menyelamatkan Wallace dari serangan malaria. Ketika Wallace meninggalkan Ternate pada 1862, ia membuat foto Ali berpakaian ala barat dan memberi tanda mata perpisahan berupa dua senjata api (double barreled guns), perkakas, perbekalan, bermacam barang dan koin uang Inggris. Bila Ali memiliki keturunan, maka saat ini ketururnan ke-4 Ali berusia 50 tahunan. Seandainya serpihan barang kenangan itu masih tersimpan di antara anak-cucu Ali, termasuk ceritacerita yang diturunkan, bukan mustahil kisah tentang Ali menuju jalan ke rumah Wallace bisa ditelusuri.
Penulis adalah Peneliti Madya, di Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI.
Sumber : GeoMagz
0 Comments