Kepada saya 28 tahun yang lalu, dan saya yakin juga kepada para mahasiswa geologi sekarang, diajarkan bahwa plate tectonics/ tektonik lempeng membentuk benua, cekungan samudera, jalur pegunungan, busur kepulauan, cekungan-cekungan sedimen; menyebabkan apungan/pergeseran benua, gempa, gunungapi, elemen-elemen struktur geologi, dan jalur-jalur mineralisasi.
Kepada saya 28 tahun yang lalu, dan mungkin juga kepada para mahasiswa geologi sekarang, tidak diajarkan bahwa tektonik lempeng itu juga merupakan mekanisme kehidupan yang membuat kehidupan di Bumi mungkin, dan tak mungkin di planet-planet lainnya.
Masyarakat umum juga tahu bahwa tektonik lempeng menyebabkan gempa, tsunami, letusan gunungapi, benua-benua yang bergeser; membentuk jalur pegunungan dan cekungan samudera. Tetapi mereka belum tentu tahu bahwa tektonik lempeng pun membentuk kehidupan kompleks terjadi.
Mengapa tidak diajarkan, mungkin karena pendekatannya multidisiplin dan banyak dari kita memandang sesuatu itu hanya berdasarkan ilmu yang dikuasainya, padahal masalahnya kompleks, maka harus melibatkan banyak ilmu. Masyarakat umum juga tidak tahu karena para ilmuwannya pun tak pernah atau jarang membahasnya.
Analisis berikut ini akan menunjukkan bagaimana tektonik lempeng membentuk kehidupan di Bumi dan tidak di planet lain, pendekatannya multidisiplun, melibatkan: astronomi, geologi, fisika, kimia, dan biologi. Saya akan mengambil kasus Venus dan Bumi, menganalisis mengapa di Venus tidak ada kehidupan, sedangkan di Bumi ada, padahal Venus masih berlokasi di habitable zone bersama Bumi di Tata Surya, lalu mengapa kehidupan atasnya tidak ada, atau telah lenyap.
VENUS & BUMI: PERBANDINGAN
Di dalam Tata Surya, Venus dan Bumi hampir mirip. Jari-jari Venus 0,95 jari-jari Bumi, massanya 0,82 Bumi, gravitasinya 0,90 Bumi. Evolusi mereka pun bersamaan, lahir sama-sama sekitar 4,5 milyar tahun yang lalu, mulai dengan komposisi kimia yang sama dan berkembang mengikuti hukum-hukum fisika yang sama. Tetapi kemudian setelah paling tidak 1-2 milyar tahun, mengapa kemudian mereka sangat berbeda, sehingga yang satu penuh kehidupan (Bumi), yang satu tak ada kehidupan (Venus).
Permukaan Venus hampir seluruhnya ditutupi awan karbon dioksida (96 %) dan sedikit nitrogen dansangat padat sehingga menekan permukaannya hampir 100 kali lebih berat daripada atmosfer Bumi menekan permukaannya. Tekanan 100 kali lebih berat itu sama dengan tekanan kalau kita sedang berada di samudera dengan kedalaman 1000 m tanpa alat pelindung, tentu akan membuat kita setipis selembar kertas. Karbondioksida Venus begitu dominan dan padat karena karbondioksidanya tidak terserap ke dalam batuan seperti lapisan batuan karbonat di Bumi, dan tidak diserap oleh organisme sebagai biomassa. Berarti tidak ada siklus biogeokimia karbon di planet Venus.
Di atmosfer Bumi, komposisi karbon dioksida sedikit sekali (maksimal 0,1%) dan merupakan greenhouse gas yang berefek baik untuk Bumi sebab membuat Bumi cukup hangat seperti diselimuti, membuat iklimnya nyaman untuk terjadinya kehidupan. Di Venus, karena gas karbondioksida dominan bahkan sangat padat, maka membuat permukaan Venus panas sekali, hampir 500 C, planet terpanas di Tata Surya, membuat kehidupan tidak bisa terjadi atau telah punah.
Venus mungkin pernah memiliki samudra, namun samudra tersebut menguap karena peningkatan suhu yang disebabkan efek rumah kaca berlanjut. Sebagian besar air mungkin telah terfotodisosiasi, dan angin matahari telah membuat hidrogen bebas mengalami pelepasan ke luar angkasa sebagai akibat ketiadaan medan magnetik internal di Venus. Permukaan Venus sendiri bergurun, kering, dan diselingi oleh batuan yang diperbarui secara periodik oleh aktivitas vulkanik.
TEKTONIK LEMPENG – SIKLUS KARBON – KEHIDUPAN
Venus dan Bumi yang semula sama lalu berbeda disebabkan perubahan internal di dalam masing-masing planet, yaitu proses-proses geologi. Tetapi proses geologi yang bagaimana yang akhirnya membuat Venus begitu menolak kehidupan sementara Bumi begitu menyambut kehidupan. Mengapa begitu banyak karbon dioksida di atmosfer Venus? Jawabanny ternyata ada di mantel masing-masing planet. Mantel Venus dan Bumi memindahkan panas ke atas melalui gerak lambat arus konveksi, tetapi antara Venus dan Bumi melakukannya dengan cara berbeda.
Konveksi Bumi dicirikan oleh tektonik lempeng – yaitu terbentuknya, bergeraknya, dan tenggelam/menunjamnya lempeng-lempeng litosfer yang dingin dan kaku di seluruh permukaan Bumi. Bagian lempeng-lempeng litosfer yang terletak di bawah samudera mengumpulkan sedimen penuh dengan air dan senyawa karbon, yang ditariknya dari atmosfer melalui proses fisika antara atmosfer dan samudera. Lempeng-lempeng litosfer ini kemudian kembali tenggelam ke dalam mantel di palung-palung. Saat tenggelam, gas karbon dioksida yang dibawanya dikembalikan ke atmosfer melalui erupsi volkanik karena lempeng yang menunjam akan memicu volkanisme. Karbon dioksida ini tinggal di litosfer rata-rata selama 70 juta tahun. Jadi, tektonik lempeng membantu menjaga bagian penting sistem termostat Bumi yaitu SIKLUS KARBON yang akan memengaruhi efek greenhouse/rumah kaca, dan secara kuat memengaruhi iklim yang akan mendukung terbentuknya kehidupan di Bumi.
Tetapi di Venus lain lagi. Permukaan Venus penuh kawah meteor. Jumlahnya yang banyak menunjukkan bahwa Venus tak pernah mendaur ulang permukaannya melalui tektonik lempeng paling tidak selama 500 juta tahun. Bumi, selama waktu itu, telah beberapa kali mendaur ulang seluruh dasar samuderanya. Di Venus tidak ada tektonik lempeng, tidak ada siklus karbon, dan akibatnya tidak ada kehidupan. Semua karbondioksidanya disimpan di atmosfer, tak ada yang diserap samudera untuk menjadi lapisan batuan karbonat, tak ada yang diserap organisme untuk jadi biomassa karena tak ada kehidupan.
Di Bumi, atom karbon yang kita lihat di halaman buku yang sedang kita baca misalnya diekstraksi dari pohon sebagai bahan kertas, pohon mengekstraksi karbon dari atmosfer melalui fotosintesis. Dan semua karbon yang ada di atmosfer itu dulunya terkunci di kristal-kristal lapisan batuan karbonat di bawah samudera, yang lalu kembali ke atmosfer melalui erupsi gunungapi. Karbon yang ada di bensin dan gas elpiji kita juga berasal dari atmosfer, diekstraksi batuan melalui laut dan tinggal sebagai kerogen di lapisan sedimen kaya organik sumber hidrokarbon. Lalu jadi minyak/gas oleh tekanan dan temperatur di bawah permukaan, lalu minyak/gasnya kita ambil melalui pengeboran, dan kembali ke atmosfer melalui gas buangan kendaraan, pabrik, atau rumah. Air yang kita minum juga sama, semula merupakan zat kimia yang terkunci di dalam mineral-mineral pembentuk batuan, dan dibebaskan untuk menyegarkan dan menghidupkan kita melalui proses-proses tektonik lempeng. Tektonik lempeng menjadi satu-satunya mekanisme yang membuat air dalam keadaan cair tetap ada di permukaan Bumi (terutama dalam bentuk lautan) selama lebih dari 4 milyar tahun.
Tektonik lempeng juga menyebabkan sistem pertahanan Bumi yaitu medan magnetik berjalan. Tanpa medan magnetik, Bumi akan dibombardir sinar kosmik dan partikel-partikel bermuatan angin Matahari yang pelan-pelan akan memakan atmosfer, sehingga akan seperti di Merkurius dan Mars.
TEKTONIK LEMPENG & BIODIVERSITAS
Setelah tektonik lempeng memungkinkan kehidupan terjadi di Bumi, tektonik lempeng pun menyebabkan biodiversitas (keanekaragaman hayati) global. Untuk kasus ini, Indonesia unggul sebagai contoh. Kekayaan biota Indonesia semuanya karena tektonik lempeng, ada biota khas Asiatik di bagian barat, ada biota khas Australis di bagian timur, dan transisi serta biota-biota endemik di bagian tengah Indonesia yang dikenal sebagai area Wallacea. Semua ini terjadi karena gerak-gerak tektonik lempeng di Indonesia.
Ketika kontinen tumbuh besar oleh proses akresi dan benturan akibat tektonik lempeng, dengan berjalannya waktu mereka akan memengaruhi iklim global, termasuk albedo total planet (daya pantul sinar Matahari), kejadian peristiwa-peristiwa glasiasi, pola-pola sirkulasi samudera, dan jumlah makanan yang masuk ke laut. Semua faktor ini akan punya konsekuensi biologi yang kemudian memengaruhi biodiversitas global.
Tektonik lempeng memicu kompleksitas lingkungan – jadi meningkatkan diversitas biota dalam skala global. Sebuah dunia dengan jalur-jalur pegunungan di daratan benua, samudera, dan jutaan pulau-pulau yang dihasilkan oleh tektonik lempeng akan merupakan tantangan tersendiri untuk terjadinya evolusi dan spesiasi, dibandingkan suatu kawasan yang homogen saja tanpa variasi kompleksitas lingkungan. Posisi dan konfigurasi benua dan samudera punya efek jauh atas organisme, yaitu akan menyebabkan peningkatan baik diversifikasi maupun kepunahan. Perubahan posisi benua akan memengaruhi arus samudera, temperatur, pola dan fluktuasi hujan musiman, distribusi makanan, dan pola produktivitas biologi. Kondisi-kondisi ini akan menyebabkan organisme bermigrasi ke lingkungan baru – sehingga memicu spesiasi. Lebih dari 2/3 semua spesies hewan hidup di daratan, dan mayoritas spesies marin hidup di laut dangkal yang akan sangat dipengaruhi aktivitas tektonik lempeng.
Demikian, tektonik lempeng tak hanya memungkinkan kehidupan pertama terjadi, tetapi mengaturnya sampai terjadi keanekaragaman hayati, melalui siklus karbon dan distribusi samudera serta benua.
Tak ditemukan tektonik lempeng beroperasi di Merkurius, Venus, Mars, atau satelit-satelit Jupiter dan Saturnus yang mirip Bumi yaitu Europe, Ganymede, Callisto, Io, dan Titan. Maka, tak ada kehidupan kompleks berkembang atasnya. Planet-planet di luar Tata Surya, di luar Galaksi Bima Sakti? Operasikan dulu tektonik lempengnya, maka proses kehidupan pun mungkin akan berjalan.
ONLY ONE LIVING EARTH, OURS.***
Sumber : awangsatyanablog
0 Comments